Selasa, 25 November 2014

Esensialisme dalam Pendidikan

A.    Pengertian Aliran Esensialisme

Esensialisme berasal dari kata latin essential yang berarti “hal yang pokok/hakiki”. Aliran esensialisme menekankan pentingnya penyampaian hal-hal yang esensial (hakiki) dalam pendidikan. Aliran ini merupakan reaksi terhadap progresivisme yang terlalu menekankan metode belajar melalui pemecahan masalah dan aktivitas sendiri para siswa untuk mengikuti minat dan kebutuhan mereka.

Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural-historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif, bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahun ini dilaksanakan dengan memberikan ketrampilan, sikap, dan nilai yang merupakan bagian esensial dari unsur-unsur pendidikan.

Guru dalam proses pendidikan dipandang sebagai center for excellence, karena dituntut untuk menguasai bidang studi dan sebagai model atau figur yang diteladani oleh peserta didik. Guru harus menguasai materi pengetahuannya, sebab mereka dianggap memegang posisi tertinggi dalam pendidikan. Melalui sekolah, guru berperan untuk mentransmisikan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan oleh peserta didik dalam masyarakat.

Tokoh-tokoh dari aliran esensialisme antara lain:
1.         Desiderius Erasmus, hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16.  Ia merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.
2.         Johan Amos Comenius, ia adalah seorang yamg memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3.         John Locke, ia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4.         Johan Henrich Pestalozzi, ia mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya, selain itu manusia juga mempunyai hubungan transcendental langsung dengan Tuhan.
5.         Johan Friederich Frobel, ia memandang bahwa anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif, karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak kearah kesadaran diri yang murni selaras dengan fitrah kejadiannya.
6.         Johan Friederich Herbert, ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan.
7.         William T Harris, ia berpendapat bahwa tugas pendidikan ialah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti yang berdasarkan kesatuan spiritual. Kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi panutan penyesuaian diri kepada masyarakat.

B.    Aliran Esensialisme dalam Pendidikan

Terdapat beberapa prinsip asasiah yang menjadi asumsi dalam aliran esensialisme, yaitu:
1.      Kegiatan belajar pada dasarnya menuntuk kerja keras dan latihan yang kadang membosankan. Kalau progresivisme sangat menekankan kebebasan peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajarnya, namun esensialisme sangat menekankan perlunya kedisiplinan dalam belajar. Peserta didik diajak untuk mengejar cita-citanya, suatu “mimpi” yang hanya menjadi minat dan kebutuhannya sesaat.

Di antara berbagai spesies makhluk hidup, hanya manusia saja yang dapat menguasai keinginan-keinginan spontannya. Kalau hal ini tidak pernah dilatih dan dibiasakan pada diri anak didik, maka pendidik tidak membantu mereka untuk mempergunakan secara maksimal “sesuatu” yang “mungkin” menjadi bakat dan potensinya. Kalau seorang pendidik hanya menuruti egoisitasnya, akan berimplikasi pada “terbunuh”nya pertumbuhan serta penyemaian sikap disiplin diri peserta didik.

2.      Inisiatif pokok dalam pendidikan tidak terletak pada murid tetapi pada guru. Peserta didik sebagai orang yang belum dewasa memerlukan bimbingan dan kontrol orang yang lebih dewasa untuk mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia. Peranan guru sebagai pendidik adalah menjadi penghubung antara dunia anak dengan dunia orang dewasa karena anak tidak mungkin memahami dunia orang dewasa.

Menurut para esensialis, guru harus bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didiknya. Ia harus secara intelektual dan emosional memiliki kualifikasi untuk menjadi pemimpin mereka yang sesungguhnya. Mengutip ucapan Brickman: “Esensialisme menempatkan guru pada pusat dunia pendidikan. Oleh karena itu, guru harus memiliki pengetahuan akademik, pengetahuan tentang psikologi anak dan memantau perkembangan peserta didik dalam proses belajarnya; memiliki kemampuan untuk menyampaikan fakta dan cita-cita kepada generasi muda, suatu penghargaan terhadap dasar-dasar historis dan filosofis pendidikan; dan pengabdian yang sungguh-sungguh pada pekerjaannya.

3.      Inti proses pendidikan adalah dikuasainya bahan yang sebelumnya sudah ditetapkan. Menurut kaum esensialis, inti dari proses pendidikan adalah penguasaan bahan pelajaran yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh guru. Pandangan ini sesuai dengan pandangan kaum realis bahwa lingkungan fisik dan sosial faktor yang menentukan bagaimana ia harus hidup.
4.     
Kaum esensialis menyetujui pandangan kaum progresifis bahwa pendidikan harus mampu menciptakan peserta didik memiliki kemampuan untuk mewujudkan bakat-bakat dan kemampuannya. Namun, kaum esensialis menyatakan bahwa perwujudan itu mesti terlaksana dalam dunia yang tidak tergantung pada individu dan sebaliknya dunia yang mempunyai peraturan di mana individu tersebut harus tunduk.

Dalam hal ini, tujuan dari pendidikan adalah untuk membantu peserta didik untuk mengenali dunia tersebut seperti adanya dan tidak hanya menafsirkan sesuai dengan minat dan kepentingan mereka. Bahan pelajaran mesti disampaikan kepada mereka sesuai dengan urutan dan tatanan logisnya.

4.      Sekolah mesti mempertahankan metode tradisional yang menekankan disiplin mental. Kaum esensialis tidak menyangkal adanya hubungan dari metode pemecahan masalah sebagai metode belajar. Akan tetapi metode ini tidak boleh menjadi cara satu-satunya dalam seluruh proses belajar mengajar. Banyak pengetahuan bersifat abstrak dan tidak dapat diurai secara memuaskan ke permasalahan-permasalahan yang dianggap praktis. Walaupun belajar sambil melakukan (learning by doing) mungkin cocok dalam situasi tertentu dan untuk anak didik tertentu, akan tetapi konsep seperti itu tidak berlaku secara universal dan general.


C.    Aliran Esensialisme dipandang dari Ontologi

Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada cela pula. Dengan kata lain, bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.

Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada di masyarakat.

Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme objektif. Realisme objektif mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam dan tempat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan tata yang khusus. Dengan demikian, suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkanmenurut hukum alam, salah satunya adalah daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.

Idealisme objektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis ketimbang realisme objektif. Pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh, meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, maka idealisme objektif menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata. 

Ciri lain mengenai penafsiran idealisme tentang sistem dunia tersimpul dalam pengertian-pengertian makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos menunjuk pada keseluruhan alam semesta dalam arti susunan dan kesatuan kosmis. Mikrokosmos menunjuk pada fakta tunggal pada tingkat manusia. Manusia sebagai individu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta. Pengertian mengenai makrokosmos dan mikrokosmos merupakan dasar pengertian mengenai hubungan antara Tuhan dan manusia. 


D.    Aliran Esensialisme dipandang dari Epistemologi

Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama. Generalisasi di atas secara keseluruhan adalah pola pelaksanaan asas pandangan idealisme dan realisme.

E.    Aliran Esensialisme dipandang dari Aksiologi

Pandangan ontologi dan epistimologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme. Dengan kata lain, esensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
1.      Teori nilai menurut idealisme
Penganut idealisme berpendapat bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.
2.      Teori nilai menurut realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup. Dalam masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya, realisme bersandarkan pada keturunan dan lingkungan. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari lingkungan.

F.    Kesimpulan

Aliran esensialisme merupakan aliran yang menekankan pentingnya penyampaian hal-hal yang esensial atau hakiki dalam pendidikan. esensialismemenekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural-historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif, bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahun ini dilaksanakan dengan memberikan ketrampilan, sikap, dan nilai yang merupakan bagian esensial dari unsur-unsur pendidikan.

Dalam pandangan ontologi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan.

Dalam pandangan epistemologi, realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama.

Dalam pandangan aksiologi, aliran ini memandang bahwa nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme. Menurut penganut idealisme, bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif dan melaksanakan hukum-hukum itu. Sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Menurut realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup. Realisme bersandarkan pada keturunan dan lingkungan.


2 komentar: