Rabu, 19 November 2014

Eksistensialisme dalam Pendidikan



A.    Pengertian  Eksistensialisme

            Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada sesuatu yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.       
    
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (dan artinya di sana, sein artinya berada).

            Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dalam dunia; ia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar.  Disini bagi eksistensialisme, individu bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya, bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialisme dasar bahwa kebenaran bersifat relative, karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

            Filsafat ini memfokuskan padsa pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi adalah cara manusia ada di dunia ini. Cara berada manusia berbeda dengan cara beradanya benda-benda materi yang lain. Cara beradanya manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi serta dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-benda meteri lainnya keberadaannya berdasarkan ketidak sadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada diluar manusia tidak akan bermakna dan tidak memiliki tujuan apa-apa jika terpisah dari manusia. Jadi dunia bermakna karena manusia.



B.     Eksistensialisme dalam Pendidikan

Menurut penjelasan di atas eksistensialisme adalah paham yang berkaitan tentang individu atau diri pribadi seseorang, untuk eksis/bisa menjadi seorang manusia. Gerakan eksistensialis dalam pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang menamakan dirinya eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard (1813 – 1915), Nietzsche (1811 – 1900) dan Jean Paul Sartre. Inti ajaran ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi. Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing. Setiap individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah, indah dan jelek. Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will) dan berkembang. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri.

Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu, kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa melakukan ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua itu merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari pengalaman hidup, cinta dan kematian.

Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya. Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutkan rasional. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya. Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk. Oleh sebab itu Eksistensialisme dalam hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang.



C.    Kajian Ontologi
Masalah ontologis dalam pandangan eksistensialisme berkaitan erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, yang erat kaitannya dengan landasan fiolosofis pendidikan yang menjadi acuan perumusan tujuan yang lebih umum. Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua  potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.

            Pemikiran filsafat ekisistensialisme menyebutkan bahwa manusia memiliki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda antara manusia satu dengan manusia lainnya. Dalam hal ini telaah manusia diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit analisisnya. Dan berfokus pada pengalaman-pengalaman individu yang diantaranya: 
1. berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya.
2. menekankan data fakta dengan kurikulum bercorak vokasional.
3. konsentasi studi pada materi-materi dasar tradisional sperti membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik.
4. pola orientasinya pada skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.
5. perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.
6. yakin pada nilaipengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri.
7. disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang dialami.

            Secara umum eksistensialisme menekankan pada kreatifitas, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realita. Eksistensialisme lebih memperhatikan pemahaman makna dan tujuan hidup manusia ketimbang melakukan pemahaman terhadap kajian-kajian ilmiah dan metafisika tentang alam semesta.
Kebebasan individu sebagai milik manusia adalah sesuatu yang paling utama karena individu memiliki sikap hidup, tujuan hidup dan cara hidup sendiri. 
Jadi, filsafat pendidikan eksistensialisme yaitu filsafat yang memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk mendapatkan pendidikan secara otentik yang artinya setiap manusia mempunyai tanggungjawab dan kesadaran diri untuk mereka sendiri.



D.    Kajian Epistimologis

Kajian ini berkaitan dengan pengetahuan dan masalah kebenaran. Jika dikaitkan dengan kurikulum yaitu menjadikan kurikulum yang liberal. Ini merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan–aturan. Oleh karena itu di sekolah harus diajarkan pendidikan sosial untuk mengajar respek rasa hormat terhadap kebasan untuk semua. Proses belajar mengajar pengetahuan tidak ditumpahkan melainkan ditawarkan. Untuk menjadi hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog.
Filsafat eksistensialis menegaskan bahwa individu bertanggung jawab untuk menentukan hidupnya sendiri. Dalam banyak cara yang sama, epistemologi eksistensialis mengasumsikan bahwa individu bertanggung jawab untuk pengetahuan sendiri. Pengetahuan berasal dan terdiri dari apa yang ada dalam kesadaran individu dan perasaan sebagai hasil dari pengalaman dan proyek. Situasi manusia yang terdiri dari komponen baik rasional dan irasional. Validitas pengetahuan ditentukan oleh nilai dan makna terhadap individu tertentu. Sebuah epistemologi eksistensialis muncul dari pengakuan bahwa pengalaman manusia dan pengetahuan bersifat subyektif, personal, rasional, dan irasional.

E.     Kajian Aksiologis

Aspek yang ketiga ini berhubungan dengan nilai (etika dan estetika).  Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih dan diambil.Etika sebagai tuntunan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti orang. Nilai  keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya.

Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia mempunyai kebebasan untuk memilih, namun menetukan pilihan-pilihan diantara pilihan-pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar yang bertanggung jawab.
Setiap siswa menciptakan dan menjadi pribadi bertanggung jawab untuk memaknai acara tersebut, mungkin ada baiknya untuk mempertimbangkan beberapa kemungkinan yang berarti bahwa suatu peristiwa sejarah yang sederhana mungkin bagi siswa


F.     Kesimpulan

Implikasi pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan adalah mendorong individu mengembangkan potensi untuk pemenuhan diri.  Dalam referensi lain pandangan eksistensialisme tentang teori pendidikan yaitu tujuan pendidikan adalah siswa mengembangkan potensinya masing-masing untuk mencari jati dirinya. Selain itu juga filsafat eksistensi dalam Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kesadaran individu, memberi kesempatan untuk bebas memilih etika, mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, dan mengembangkan komitmen diri.

Eksistensialime menekankan pada keberadaan individu manusia yang ditunjukkan melalui kebebasan Individu dalam membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan. Kebebasan ini ada batasnya, adapun batasnya adalah kebebasan Individu lain, sehingga dalam kebebsan ini tidak terjadi benturan kebebasan dengan kebebsan individu satu dengan individu lain.

Dalam dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum individu manusia memiliki kebebasan bahwa kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.  Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar sehingga hasil dari proses belajar tidak bersifat kaku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar